Cara-cara Bertahan dari Patah Hati

Bersama Vierra mari menerjang kisahnya walau perih

Shabrina Nur Amalina
4 min readApr 10, 2023

Hari ini para pejuang 11 Hari Menulis diberi pilihan tema, antara the worst fear dan patah hati paling seru. Menulis tentang ketakutan terbesar sudah terbayang bentuknya akan seperti apa, namun lapisan bawang yang ada dalam diri menolak untuk dikelupas hari ini. Bergeser ke tema kedua, sepertinya menarik juga membahas tentang patah hati paling seru.

Momen patah hati buatku nggak ada yang seru, tapi perjalanan bertahan dari momen patah hati itulah yang seru. Perjalanan penuh helaan napas panjang, namun rewarding juga pada ujungnya. Beberapa kali bertemu “patah”, berikut adalah cara-cara bertahan untuk akhirnya dapat “tumbuh” kembali versiku.

Izinkan perasaan itu hadir, masuk lalu menyelami jiwa-jiwa melankolismu

Merasa semuanya baik-baik saja-padahal-tidak dalam waktu yang terlalu cepat hanya akan menumpuk sesak di dada yang kelamaan akan pecah juga. Syukur-syukur masih diberi kesempatan untuk merasakan emosi yang sesungguhnya dan dikeluarkan dalam bentuk tangis atau renungan panjang. Momen galau seringkali diasosiasikan dengan pikiran kita yang terlalu berpusat pada seseorang, atau sesuatu, yang sifatnya duniawi. Di saat bersamaan, momen ini justru bisa menyuburkan ide untuk membuat karya ciamik yang seringkali relatable dengan kawan senasib.

Biarkan rasa ini mengantar pada momen-momen itu, pada karya-karya itu. Kita selalu bisa melihat kembali ke belakang dan dan merefleksikan perasaan terdahulu. Seiring berjalannya waktu, mungkin kita sudah berhasil melewati masa-masa itu dan bisa memandangnya dengan hati yang lebih lapang dengan senyum yang mulai mengembang.

Perlahan-lahan lepaskan kemelekatan terhadap hal yang bisa semakin mematahkan hati

Sempat melabeli diri sebagai seseorang yang melankolis-koleris, diam-diam deg-degan juga setiap kali patah hati. Katanya orang melankolis malah menikmati kesedihan dan kegalauan yang ia alami. Kalau bisa memutar playlist yang mengingatkan tentang masa lalu, ya bakal diputar terus sambil menemani malam menulis syahdu atau membuka-buka foto lama. Nggak deng. Nggak segitunya, dan ini sangat bisa diupayakan karena kendali ada pada diri kita sendiri.

Kunci ketenangan hati — Dan tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya. (HR. Tirmidzi)

Ada masanya di mana aku menutup diri dari Instagram untuk menghindari trigger dalam bentuk apapun. Masa-masa ini menghasilkan review sebuah tahun yang dianggap sebagai tahun kesedihan. Padahal bersama kesulitan ada pula kemudahan bukan? Tidak tahu persis apakah ini merupakan mekanisme terbaik dalam menyikapi patah hati atau justru memperparahnya, tapi upaya ini cukup berhasil memberikan ruang untuk memproses berbagai perasaan dan memperluas ruang untuk ikut bahagia dari kabar baik yang muncul ketika memutuskan untuk membuka Instagram kembali.

Kalau nggak bisa lepas dari media sosial bagaimana? Fitur thoughtful berupa mute posts, mute stories, mute anything sangat bisa dimanfaatkan, apalagi kalau kita tipe pengguna yang enggan untuk unfollow atau block akun seseorang. Kalau belum tega untuk membuang foto-foto lama bagaimana? Simpan foto yang awalnya terpampang di galeri menjadi tersembunyi di lubuk hidden atau secure folder yang paling dalam. Makin sulit dijangkau seharusnya makin mengurangi frekuensi untuk bernostalgia lagi ya.

Kalau belum tega untuk menghilangkan kado-kado lama bagaimana? Simpan semuanya di kotak yang tertutup rapat-rapat, pastikan disimpan dengan rapi. Akan ada masa di mana hati sudah siap melepas hal-hal sentimental yang tersisa. Sambil menunggu waktu itu, lakukanlah upaya sebisanya. Ini menurutku ya, yang nggak mau memaksakan diri kalau merasa belum bisa. Kalau kalian bisa melakukannya dalam sekali jebret, sikat. Kalau menyesal paling nangis aja tapi lama-lama juga lega.

Tumbuhkan keyakinan pada kekuatan doa, kemudian berdoalah

Jika hanya mengandalkan perasaan hati yang sedang “patah”, manusia bisa menjadi sangat payah seperti batang yang rapuh. Kalau sudah begini, terkadang hanya ingin berdiam diri. Berserah karena hati sedang lelah dan tidak ingin tergelincir melewati perjalanan tanpa arah. Keyakinan bahwa ada tempat bersandar selain diri sendiri maupun manusia lain dapat memberikan kekuatan yang lebih besar dari apa yang disangka.

Berdoalah kepada Ia yang menjadi sandaranmu. Bisa dimulai dari diri sendiri, kemudian mendoakan siapapun yang berhubungan dengan rasa sakit atau patah hatimu. Berdoalah supaya semakin hari, hatimu semakin lapang menerima apa yang dirasa sulit. Berdoalah semoga diberikan keikhlasan, kekuatan, dan ampunan jika selama ini ada salah-salah yang tidak disadari. Mintalah kebersihan hati, kelurusan niat, dan kebebasan dari rasa sesak, apalagi perasaan iri ataupun penyesalan.

Selanjutnya menuju bagian paling menantang, yaitu mendoakan siapapun atau apapun yang mengingatkanmu dengan perasaan yang tidak mengenakkan. Kalau sulit mengucapkan secara lisan, cobalah untuk menuliskan daftar doa yang baik-baik dalam tulisan terlebih dahulu. Kalau tidak ingat di luar kepala, cobalah setidaknya membaca tulisan tersebut menjelang tidurmu. Sulit memang. Doa sebelum tidur saja syukur-syukur sempat diucapkan sebelum ketiduran dengan kondisi handphone yang menyala ya? Tapi nggak apa-apa, namanya juga mencoba. Orang yang hatinya paling lapang sekalipun mungkin mengawali kelapangannya dengan latihan kecil-kecilan, hingga ruangnya membesar dan membesar, sampai sesak perlahan-lahan menghilang.

Mengutip kata-kata Mas Thalhah S. Robbani di Bincang Kecil Klub Menulis sore ini, “Yang kita cari ujung-ujungnya adalah tenang”. Bersusah payah bertahan dari patah hati, kita lakukan demi mendapatkan tenang. Berdamai dengan diri sendiri, harapannya bisa menemukan tenang. Walaupun ketenangan abadi tidaklah pernah berada di sini, tapi semoga kita tidak menyerah pada perasaan yang sulit ini ya!

Tetap yakin, semoga ada jalan :-)

--

--