Keterlibatan Hati

Bagaimana cara terbaik untuk menyikapi perubahan?

Shabrina Nur Amalina
2 min readApr 16, 2024

Tulisan ini telah dipublikasikan di Notion pada rangkaian #10HariMenulis Ramadan lalu. Kilas balik hari ketujuh #10HariMenulis, saat tema yang diberikan kepada kami adalah Change.

Foto di atas pernah diunggah pada kuartal pertama tahun 2020, tanpa konteks dan penjelasan apapun yang biasanya menyertai. Kertasnya sudah menempel di papan meja kerjaku jauh sebelum postingan dibuat, akan tetapi pesan yang ingin diungkapkan mungkin relevan untuk saat-saat itu: pandemi, PSBB, persimpangan baru perihal karir, dan patah hati.

Setahun kemudian, aku bertemu dengan persimpangan yang lain lagi. Masih pandemi, tapi setidaknya sudah lepas dari mode patah hati. Dari persimpangan ini lahirlah tulisan-tulisan yang dibentuk atas tema tertentu, salah satunya berkaitan dengan tema hari ini yaitu Renungan Angan dan Hasil Perjalanan. Isinya tentang bagaimana melihat perubahan-perubahan pada diri berdasarkan semua peristiwa yang telah terjadi.

Kenyataannya, yang terjadi adalah kita yang masih berdiri, melakukan sebaik yang kita bisa sembari sesekali terjatuh, tidak luput dari kekurangan yang mungkin sudah dicoba untuk diperbaiki sejak sepuluh tahun yang lalu.

- Renungan Angan dan Hasil Perjalanan

Buatku, hati perlu dilibatkan dalam menyikapi perubahan. Hati yang keras akan lebih sulit menerima kejutan dalam hidup yang tiba-tiba datang. Hati yang sempit akan lebih sulit memaafkan kekecewaan pada diri sendiri maupun orang lain. Hati yang menolak untuk “merasa” akan lebih sulit menerima ketika ada pemeran lain hadir beserta apa yang mereka bawa kepada kita.

Perubahan sekecil apapun patut untuk direnungkan dan segala perasaan yang muncul perlu diterima. Jika mampu, berusahalah untuk husnudzan terhadapnya, terlebih ketika perubahan tersebut menghadirkan rasa tidak nyaman. Keyakinan bahwa kita dapat melewati kesulitan ini tumbuh dari hati yang tidak mati. Keinginan untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik pun dapat tumbuh dari hati yang dirawat untuk kebaikan.

Sebagai seseorang yang > 70% Feeling (lihat MBTI), aku menyadari bahwa tulisan-tulisanku dipenuhi unsur “hati” dan “perasaan”. Tercermin juga dari apa yang mendorongku untuk bertindak dan membuat keputusan. Melibatkan hati membantuku dalam berempati kepada diri sendiri di tengah kondisi yang tidak menyenangkan. Melibatkan hati juga membantuku ketika proses “bangkit” dan “hidup” kembali. Meskipun demikian, peran logika juga dibutuhkan khususnya ketika menentukan hal-hal konkrit yang dilakukan setelah menerima suatu perubahan, seperti Cara-cara Bertahan dari Patah Hati.

Apa yang dapat membantumu menghadapi perubahan?

--

--